Senin, 15 Agustus 2016

Ringkasan Pengelolaan High Conservation Value (HCV)/Nilai Konservasi Tinggi (NKT)



I. PENDAHULUAN
 Konsep High Conservation Value (HCV)/Nilai Konservasi Tinggi (NKT) adalah sebagai alat untuk meningkatkan keberlanjutan produksi kayu secara lestari dengan memperhatikan aspek-aspek sosial, budaya dan keanekaragaman hayati dan berkembang menjadi konsep yang memiliki implikasi luas bagi masyarakat. Di sektor swasta, penggunaan konsep HCV/NKT menunjukkan komitmen perusahaan untuk melakukan praktek terbaik. Konsep HCVF saat ini sering disebut sebagai ‘pendekatan HCV’ atau ‘proses HCV” untuk mencerminkan pemakaian istilah ini dalam bidang-bidang diluar bidang kehutanan (practice) yang seringkali melebihi daripada apa yang disyaratkan oleh peraturan atau undang-undang, dan sekaligus memberikan jalan bagi perusahaan untuk menunjukan diri sebagai warga dunia usaha swasta yang bertanggung-jawab. Disektor pemerintahan HCV merupakan alat yang dapat digunakan untuk mencapai perencanaan tata-guna lahan yang menjaga keberlanjutan fungsí dan manfaat biologi, sosial, dan ekologis yang tidak terpisahkan berada pada alam. Di sektor keuangan, penilaian HCV merupakan cara yang memungkinkan pihak penanam modal komersil yang progresif untuk menghindari praktek pemberian pinjaman yang mendukung perusakan lingkungan hidup ataupun ketimpangan sosial ekonomi. Keragaman kegunaan HCV ini melukiskan betapa luasnya konsep ini yang menjadi ciri kunci popularitasnya.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk  mendapatkan  sertifikasi FSC®  adalah  produk kayu yang dihasilkan oleh KBM KTI tidak boleh berasal dari Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT)  atau HCVF (High Conservation Value  Forest). Kawasan ini merupakan suatu kawasan yang memiliki satu atau lebih dari Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang  sesuai dengan istilah konsorsium revisi HCV tool kit Juni 2008. Nilai Konservasi Tinggi yang dimaksud terangkum dalam 6 NKT  yang yang terdiri dari 13 sub nilai dan secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu :
i.          Keanekaragaman hayati         NKT 1, 2 dan 3
ii.         Jasa Lingkungan                      NKT 4
iii.        Sosial dan Budaya                   NKT 5 dan 6
Pengurus KBM KTI telah memutuskan untuk melakukan sertifikasi FSC®, sehingga Unit Manajemen harus memenuhi prinsip-prinsip yang telah diatur dalam sertifikasi FSC®. Untuk memenuhi prinsip sertifikasi tersebut tentang NKT, maka KBM KTI harus melakukan identifikasi terhadap keberadaan  NKT 1 sampai dengan NKT 6 di seluruh kawasan terdaftar .
Hasil identifikasi keberadaan kawasan NKT tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan NKT yang ada, sehingga keberadaan NKT tersebut tidak terganggu oleh kegiatan operasional hutan rakyat sehingga bisa lestari.  Keberadaan NKT yang lestari pada gilirannya dapat mendukung produktifitas hutan yang berkelanjutan karena kelestarian lingkungan, sosial dan produksi merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan harus dikelola secara berimbang dalam menjaga kelestarian hutan .
II. METODELOGI KEGIATAN
2.1   Lokasi dan Waktu
Kegiatan Identifikasi dan Analisis keberadaan HCVF di areal kerja KBM Kti dilakukan secara bertahap yang dimulai sejak Tahun Desember 2014 sampai  april 2015. Sedangkan lokasinya adalah diseluruh wilayah kerja KBM KTI.
2.2  Metode
Secara garis besar, metode kegiatan Identifikasi dan Analisis Keberadaan kawasan hutan yang bernilai konservasi tinggi dapat dibedakan kedalam  7 (tujuh) kegiatan utama, dengan tahapan sebagai berikut:
a.    Pengumpulan Data, Pengumpulan data di ini dilakukan dengan cara inventarisasi langsung ke lokasi kerja KBM KTI dan dengan melakukan konsultasi kepada masyarakat, aparat pemerintah ,dinas-dinas terkait dan tenaga ahli.
b.    Pengolahan data, data yang telah terkumpul disusun dan dikelompokkan untuk selanjutnya dapat di analisa dan didentifikasi.
c.     Analisis data dan Identifikasi data, pada kegiatan ini data-data  yang sudah tersusun di analisa dan diidentifikasi sesuai dengan toolkit NKT
d.    Penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan HCV yang teridentifikasi,
e.    Pemetaan lokasi, keberadaan HCV dipetakan untuk dapat memudahkan pencarian lokasi.
f.      Konsultasi publik terhadap pihak-pihak terkait.
g.     Analisa dan membuat kesimpulan dari hasil konsultasi publik
h.    Membuat rencana pengelolaan daerah HCV berdasarkan masukan dari pihak-pihak terkait dan mempertimbangkan pendekatan kehati - hatian.
i.      Sosialisasi rencana pengelolaan kepada publik khususnya kepada masyarakat sekitar, anggota KBM KTI dan pihak terkait (steakholder) mengenai areal kerja KBM KTI guna menjaga kelestarian HCV.
III. HASIL IDENTIFIKASI
3.1   Identifikasi Keberadaan HCV
Adapun keberadaan yang diperkirakan dapat diidentifikasikan sebagai HCV di wilayah ini adalah berupa sumber mata air, kuburan keramat, sempadan sungai dan areal curam (Slope >40 derajat) yang dijadikan areal lindung, Keberadaannya berada didalam areal kerja atau sekitar areal kerja KBM KTI. Secara detail untuk keberadaannya
disajikan 1.
Tabel 1.    Hasil identifikasi HCV/NKT di area kerja KSU Bromo Mandiri KTI
No
Jenis
NKT Nomor
Jumlah Titik Lokasi
1
Makam
6
1
2
Sumber Mata Air
4.1 dan 5
2
3
Daerah Curam
4.2
2
4
Sempadan sungai dan areal curam
4.1 dan 4.2
6
5
Sempadan sungai
4.1
199
Jumlah
210
Sumber : Hasil Inventarisasi,2014 -2015 

3.2   Identifikasi Ancaman HCV

a.  HCV 4.1
HCV 4.1 di KSU Bromo mandiri KTI berupa sempadan sungai, untuk ancaman yang diidentifkasi yaitu adanya penebangan pada areal HCV, terjadi longsor, perburuan satwa/burung dan penagkapan ikan yang membahayakan lingkungan misalnya penangkapan dengan menggunakan ahan kima,bahan peledak. Serta ancaman lainnya pencemaran sungai dengan sampah-sampah plastik.
b.  HCV 4.2
HCV 4.2 di KSU Bromo mandiri KTI berupa areal curam, untuk ancaman yang diidentifkasi dari HCV 4.2 berupa sempadan sungai yaitu adanya penebangan pada areal HCV, terjadi longsor.
c.  HCV 5
HCV 5 di KSU Bromo mandiri KTI berupa sumber mata air, untuk ancaman yang diidentifkasi dari HCV 5  yaitu adanya penebangan pada areal HCV, pencemaran sumber mata air dan debit air berkurang.
d.  HCV 6
HCV 6 di KSU Bromo mandiri KTI berupa makam, untuk ancaman yang diidentifkasi dari HCV 6  yaitu adanya kerusakan bangunan dan sampah dengan jumlah yang bayak di areal HCV.

3.3    Analisa Keberadaan HCV
Berdasarkan pada prinsip toolkit NKT nomor 4 mengenai kawasan yang menyediakan jasa-jasa perlindungan alami. Keberadaan areal sempadan sungai di area kerja KBM KTI tersebar di 199 lahan (lampiran), Salah satu contoh areal yang dijadikan sebagai areal lindung berupa sempadan sungai di ID lahan SB-061b subekar yang berada di desa Resongo.
Keberadaan yang bisa dikategorikan HCV lainnya adalah berupa kuburan keramat. Keberadaan kuburan keramat ini hanyalah kuburan yang dikeramat oleh masyarakat setempat atau mempunyai pengaruh besar terhadap masyarakat sekitarnya terkecuali keluarga atau kerabat terdekatnya. Namun kawasan ini dapat dikatagorikan kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya Tradisional Komunitas lokal, sesuai dengan toolkit NKT nomor 6. Contoh areal yang terdapat kuburan keramat di ID lahan LT-029d Subur yang berada di desa Palangbesi.
Salah satu contoh HCV lainnya adalah sumber mata air yang berada di lokasi ID lahan LT-040 Desa Ngepung Kecamatan Sukapura. Sumber mata air tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyrakat sebagai kebutuhan MCK dan masyarakat memasang paralon untuk dialiri kerumah-rumah ± 10 -15 kepala keluarga, sesuai dengan toolkit NKT daerah ini tergolongg pada NKT nomor 5 bahwa Kawasan yang Mempunyai fungsi penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat Lokal.
3.4  Tindakan pengelolaan area HCV 
A.     Rencana pengelolaan
1.  HCV 4.1
Rencana pengelolaan untuk areal HCV 4.1 berupa sempadan sungai yaitu :
-       Sosialisasi ke anggota ,FK dan masyarakat sekitar.
-       Pembuatan peta areal HCV
-       Penandaan batas areal
-       Pengayaan tanaman dengan jenis MPTS dan konservasi sepertijenis bambu,Rumput gajah,dll.
-       Monitoring/pemantauan rutin setiap periode.
-       Pembuatan standar operasional pengelolaan
-       Pemasangan papan himbauan di larang berburu dan menangkap ikan dengan bahan kimia,potasium ataupun bahan peledak

2.  HCV 4.2
Rencana pengelolaan untuk areal HCV 4.2 berupa areal curam yaitu :
-       Sosialisasi ke anggota mengenai areal HCV
-       pembuatan peta areal HCV
-       Pengayaan tanaman dengan tanaman konservasi seperti rumput gajah,gliriside dan tanaman MPTS
-       Pembuatan standar operasional pengelolaan
-       Monitoring/pemantauan rutin setiap periode

3.  HCV 5
Rencana pengelolaan untuk areal HCV 5 berupa sumber mata air yaitu :
-       Sosialisasi ke anggota dan masyarakat sekitar
-       Pembuatan peta areal HCV
-       Pembuatan standar operasional pengelolaan
-       Pengayaan Jenis tanaman MPTS,Penghasil Sumber mata air,dan taaman konservasi seperti bambu,dll
-       pemasangan papan himbuan dilarang berburu, menangkap ikan menggunakan bahan kimia,potasium dan bahan peledak, Himbuan menjaga kebersihan
-       Monitoring/Pemantuan rutin setiap periode
-       Pemasangan bak sampah 
4.  HCV 6
Rencana pengelolaan untuk areal HCV 6 berupa makam yaitu :
-       Sosialisasi ke anggota mengenai keberadaannya HCV 6
-       Pembuatan Peta Areal HCV
-       Pemasangan papan himbauan jaga kebersihan,dilarang merusak dan buang sampah pada tempatnya
-       Pemasangan bak sampah
-       Pemantuan rutin setiap periode
B.     Tindakan yang di lakukan
1.   HCV 4.1
Tindakan pengelolaan untuk areal HCV 4.1 berupa sempadan sungai yaitu :
-       Sosialisasi ke anggota, Fk dan tokoh masyarakat secara langsung dan tidak langsung.
Ø Langsung : rapat bulanan ke Fk dan sosialisasi ke anggota oleh FK
Ø Tidak langsung : memasang papan himbuan larangan berburu dan menangkap ikan menggunakan bahan kimia,potasium ataupun bahan peledak.
-       Pembuatan peta areal HCV 4.1
-       Penandaan batas areal terealisasi 85 % dari total areal
-       Pengayaan jenis tanaman MPTS seperti cengkeh,dll pada beberapa lokasi berdasarkan hasil monitoring/pemantauan
-       Monitoring /Pemantauan areal HCV 4.1
-       Membuat  sop pengelolaan yang terjelaskan di SOP pengelolaan areal lindung dan konservasi
 
2.   HCV 4.2
Tindakan pengelolaan untuk areal HCV 4.1 berupa areal curam yaitu :
-       Sosialisasi ke anggota, Fk dan tokoh masyarakat secara langsung dan tidak langsung.
Ø Langsung : rapat bulanan ke Fk dan sosialisasi ke anggota oleh FK
Ø Tidak langsung : memasang papan himbuan larangan berburu.pembuatan peta areal HCV
-       Pembuatan peta areal HCV 4.2
-       Pengayaan jenis tanaman MPTS seperti cengkeh,dll pada beberapa lokasi berdasarkan hasil monitoring/pemantauan
-       Membuat sop pengelolaan yang terjelaskan di SOP pengelolaan areal lindung dan konservasi dan SOP Penanaman
-       Pemantauan rutin /monitoring

3.   HCV 5
Tindakan pengelolaan untuk areal HCV 5 berupa sumber mata air yaitu :
-       Sosialisasi ke anggota, Fk dan tokoh masyarakat secara langsung dan tidak langsung.
Ø Langsung : rapat bulanan ke Fk , anggota oleh FK dan masyarakat pengguna sumber mata air.
Ø Tidak langsung : memasang papan himbuan larangan berburu dan menangkap ikan menggunakan bahan kimia,potasium ataupun bahan peledak.
-       Pembuatan peta areal HCV 5
-       Membuat sop pengelolaan yang terjelaskan di SOP pengelolaan areal lindung dan konservasi,SOP penanaman
-       Pengayaan jenis tanaman MPTS seperti cengkeh,dll pada beberapa lokasi berdasarkan hasil monitoring/pemantauan
-       Monitoring/pemantauan rutin 
4.   HCV 6
Tindakan pengelolaan untuk areal HCV 6 berupa makam yaitu :
-       Sosialisassi ke anggota, Fk dan tokoh masyarakat secara langsung dan tidak langsung.
Ø Langsung : rapat bulanan ke Fk dan sosialisasi ke anggota oleh FK dan masyrakat sekitar makam
Ø Tidak langsung : memasang papan himbuan larangan berburu, himbauan jaga kebersihan,buang sampah pada tempatnya
-       pembuatan peta areal HCV 6
-       Pemasangan bak sampah
-       Monitoring/Pemantauan


IV.    KESIMPULAN DATA HCVF DARI HASIL IDENTIFIKASI DAN ANALISA
Sebagai  hasil identifikasi dan analisa keberadaan HCV yang ada di area kerja maka KBM mengadakan konsultasi publik kepada pemerintah setempat, lembaga non-pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Tokoh masyarakat, Perguruan tinggi atau tenaga ahli, dan masyarakat sekitar area kerja KBM KTI.
Dari hasil konsultasi maka dapat disimpulkan bahwa daerah yang tergolong daerah HCV sebagai berikut :
Tabel 2. Daftar área HCV yang ditentukan
No
Jenis
NKT Nomor
Jumlah Titik Lokasi
Keterengan
1
Kuburan Keramat
6
1

Lokasi tersebut dijelaskan di lampiran
2
Sumber Mata Air
4.1 dan 5
2
3
Daerah Curam
4.2
2
4
Sempadan sungai dan areal curam
4.1 dan 4.2
6
5
Sempadan sungai
4.1
199
Jumlah
210

 Lokasi di atas di tersebar di beberapa desa dari areal kerja KSU Bromo Mandiri KTI ,data tersebut disajikan pada tabel 3.
 Tabel 3. Daftar lokasi HCV berdasarkan Desa
No
Desa
Jumlah lahan
Jenis HCV
1
Jatisari
4
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
2
Karangrejo
8
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
3
Kedawung
35
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )dan HCV 4.2 (Areal curam)
4
Resongo
36
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
5
Wonoasri
1
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
6
Branggah
9
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
7
Lambangkuning
4
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
8
Negororejo
11
HCV 4.1 (Sempadan Sungai ) dan HCV 4.2 (Areal curam)
9
Palangbesi
11
HCV 4.1 (Sempadan Sungai ), HCV 5 (sumber mata air) dan HCV 6 (berupa makam)
10
Sapih
6
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
11
Ngepung
7
HCV 4.1 (Sempadan Sungai ), HCV 5 (Sumber mata air)
12
Pakel
3
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
13
Sapikerep
18
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
dan HCV 4.2 (Areal curam)
14
Sukapura
7
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
15
Cepoko
25
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
16
Rambaan
12
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
17
Sumber
3
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
18
Tukul
7
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
19
Pohsangit Tengah
3
HCV 4.1 (Sempadan Sungai )
Total
210

  Keterangan :  
- Lokasi HCV terdapat di 19 Desa
 Hasil konsultasi dengan berbagai pihak terkait beberapa masukan dan saran yang diberikan untuk pengelolaan hasil identifikasi HCV di wilayah kerja KSU Bromo Mandiri KTI seperti kuburan keramat, sumber mata air, sempadan sungai,dan areal curam di sarankan untuk memberikan papan informasi ,pengayaan jenis tanaman MPTS dan tanaman konservasi seperti bambu,glirisside,dll  dan penandaan batas.  Dari saran tersebut unit manajement KBM KTI membuat perencanaan dengan cara memonitoring areal yang terindentifikasi HCV tersebut.
Tindakan yang dilakukan oleh KBM KTI terhadap keberadaan areal HCV tersebut yaitu mensosialisasikan kepada angggota dan masyarakat sekitar untuk turut serta menjaga dan melestarikannya. Misalnya dengan memberikan bak sampah pada daerah sumber mata air, memasang papan dilarang buang sampah sembarangan dan membuat papan larangan lainnya yang disimpan di areal anggota yang diantaranya berisi tentang larangan berburu satwa yang dilindungi, larangan menangkap ikan dengan menggunakan bom ikan,potasium,dll yang dilarang oleh undang-undang dan melakukan penandaan batas areal sempadan sungai /areal lindung, disajikan pada gambar berikut:







Gambar 1. Pemasangan papan larangan dilarang berburu



Gambar 2.Penandaan batas areal HCV
 
Gambar 3.Pemasangan papan larangan penangkapan ikan
menggunakan bahan kimia,bahan peledak


Tidak ada komentar: